KAMPANYEPesisir & Pulau KecilSiaran PersWKR

Dampak rencana pembangunan tersus pelabuhan akan merusak, ekosistem, mangrove, terumbu karang, padang lamun dan mempersempit ruang wilayah kelola rakyat

PERS RELEASE

Sulawesi Barat, 30 September 2022 – Sulawesi Barat baru saja menginjak usianya yang ke- 18 tahun. Pada pertambahan usianya kali ini Sulawesi Barat mengusung jargon “Tumbuh Bersama Lebih Kokoh Untuk Kemajuan Sulbar dan IKN”. Perayaannya semakin lengkap, disertai parade kebudayaaan “Sandeq” yang digambarkan menuju Kalimantan Timur.

Mulai dari jargon sampai dengan aksi parade kebudayaannya, terlihat Sulbar sedang melakukan “gimik” genit untuk mendapatkan perhatian dari megaproyek Ibu Kota Negara (IKN) yang direncanakan akan dibangun di Provinsi Kalimantan Timur. Mimpinya barang tentu tidak jauh dari harapan mendapat irisan kue proyek penyangga yang mungkin dibutuhkan dari agenda megaproyek tersebut.

Jargon yang menggambarkan cita-cita kemajuan dengan menggantungkan diri pada orang lain itu pada kenyataannya telah menimbulkan gejolak. Rencana Pembangunan infrastruktur terminal khusus (tersus) di Kabupaten Mamuju salah satunya. Pembangunan infrastruktur ini bagi pemerintah Sulbar harapannya mendapat perhatian bahwa Sulbar secara prasarana telah siap sedia support kebutuhan terhadap pembangunan megaproyek IKN.

Direktur Eksekutif Daerah WALHI Sulbar, Awi mengatakan, “dampak rencana pembangunan tarsus pelabuhan ini akan merusak ekosistem mangrove, terumbu karang, dan padang lamun yang terbentang di Kecamatan Tapalang Barat, Kabupaten Mamuju”. Terminal khusus ini diketahui memang akan dibangun di kawasan pesisir yang akan banyak mengganggu eksosistem pesisir dan berpotensi menggusur ruang hidup masyarakat sekitar yang menggantungkan hidup dari kawasan pesisir. “Alih-alih memajukan ruang pesisir sebagai tempat asal muasal sandeq, imajinasi kemajuan Sulbar justru jauh dari harap di hari ulang tahunnya”, imbuhnya.

Senada dengan Awi, akademisi Abdul Hakim Pariwalino mengungkapkan bahwa “jargon ulang tahun Sulbar dengan logo layer sandeq justru menyimpang jauh dari sejarah tradisi dan semangat orang Sulbar”. Abdul Hakim mengulas bahwa sejarah Sulbar tercatat sebagai sebuah kawasan yang dulunya di kuasai oleh empat belas kerajaan besar yang terbagi dalam Pitu ulunna salu (tujuh kerajaan di gunung) dan Pitu baqbana binanga (tujuh kerajaan pesisir). Semangat orang-orang Sulbar terukir pada Allamungan Batu di Luyo – salah situs sejarah yang masih terjaga sampai hari ini. Salah satu semangat serta spirit yang coba dibangun oleh seluruh kerajaan pada saat itu ialah menjaga daerah Sulbar agar kian tentram,  damai bahu-membahu atas asas gotong royong sebagaimana yang telah disepakati oleh pitu ulunna salu dan pitu baqbana binanga yang masing-masing memiliki tugas, bila datang sebuah musuh yang ingin membuat daerah kacau maka: bila musuh itu datang dari pegunungan maka pitu ulunna salu yang harus siap menghalau dan melawan si pengacau, dan bila mana musuh itu datang dari kawasan pesisir maka pitu baqbana binanga yang mengahalau dan melawan musuh.

Salah stau tradisi terkenal bagi masyarakat Sulbar adalah Malaqbi. Malqbi pau (bijak dalam bertutur kata), malaqbi kero (bijak dalam sikap dan perilaku), beberapa ungkapan yang sering terdengar di kalangan masyarakat Sulbar. Sayang kali ini jargon ulang tahun Sulbar yang hanya bisa berharap pada seseran proyek dari pembangunan IKN sama sekali tidak mencerminkan sikap malaqbi. “Jargon ulang tahun Sulbar sungguh disayangkan telah menciredrai nilai-nilai Malaqbi”, imbuh Abdul Hakim.

Ulang tahun kali ini, menjadi catatan penting dan refleksi bahwa harapan masyarakat adalah Sulbar yang dapat tumbuh kokoh dan maju secara mandiri dengan kekuatan sumberdaya alam dan sumber daya manusia yang dimilikinya dapat berpadu padan mengiringi dukungan kemajuan Sulbar yang tetap menjaga nilai-nilai tradisi dan ekologisnya.

Identitas kebudayaan dan potensi daerah Sulbar masih banyak yang belum tersentuh, bahkan cenderung terabaikan. Andai benar-benar para pemangku kebijakan ingin melihat kesejahteraan masyarakat berangsur pulih dan membaik maka ada banyak hal yang bisa disorot dan difasilitasi. Diantaranya adalah perlindungan dan pengembangan wilayah kelola rakyat (WKR) yang harus di maksimalkan. Sektor pertanian, kawasan pesisir dan laut, dapat dimaksimalkan bersama usaha-usaha rakyat lainnya. Hal ini tentu saja ditopang dengan pelibatan partisipatif masyarakat secara luas untuk tetap menjaga keseimbangan ekosistemnya.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button